Kamis, 29 Agustus 2013

Jenuh

Kita butuh waktu
Untuk merenungkan ini
Saatnya kita menjadi aku dan kamu
Entah butuh waktu berapa lama

Mungkin memang harus seperti ini
Untuk berfikir
Masihkah kita saling membutuhkan
Atau malah kita merasa terjebak dengan keadaan

Jika hanya aku yang membutuhkanmu
Atau hanya kamu yang membutuhkan aku
Atau kita sama sama sudah tidak saling membutuhkan
Sudah waktunya kita menyerah
Dengan keadaan....


Menunggu

Rindu ini
Butuh balasan
Tapi bagaimana mau membalas
Tau pun tidak

Terlalu pengecut aku menyimpannya
Atau memang terlalu naif dengan budaya
Wanita selalu menunggu
Dan pria selalu mengulur waktu

Tanpa kata semua hampa
Tapi lagi lagi
Wanita selalu menunggu
Kebahagiaan atau kepahitan


Hanya Terpendam

Kamu yang disana
Aku tau semua tentangmu
Apa kebiasaanmu, siaran favoritmu, lagu kesukaanmu
Bahkan aku tau kekasihmu

Tidak usah khawatir
Aku tidak akan mengganggumu
Aku tau siapa aku
Sudah tidak usah dipikirkan
Aku tidak membutuhkan jawaban dan kepastian
Aku sudah cukup tau

Jika kamu tau
Seecepatnya lupakan
Tak usah pikirkan aku
Bagiku semua terasa indah jika tersimpan rapi
Hanya di hatiku

Rabu, 28 Agustus 2013

Antara Pindah, Bosan, atau Sejenisnya

Kemarin, ketika saya menyadari bahwa kehidupan lebih keras dari yang saya bayangkan dulu. Banyak sekali hal yang telah saya lewatkan selama ini. Ketidaksadaran saya selama ini akan dunia baru yang mungkin lebih indah ataupun lebih buruk telah menutup hati saya dan seakan membutakan mata saya.
Bagaimana tidak, setelah titik balik kehidupan saya yang pertama, saya berharap menemukan keadilan, keselarasan, dan kenyamanan didalam saya berkarya menjalani kehidupan.
Ternyata hidup memang penuh dengan keganjilan, semuanya sudah terencana namun serasa tidak sengaja.
Setelahnya, saya merasakan kenyamanan, keadilan, ketenangan, bahkan serasa menemukan dan menyadari, inilah kehidupan sebenarnya. Inilah yang banyak dibicarakan orang-orang. Dan saya pun sepenuhnya sadar, bahwa saya memang mengakui apa yang saya rasakan dan sebelumnya saya tidak pernah menemukannya.

Saya tidak bosan.
Saya tidak pernah bosan, hanya saja berangsur-angsur menyadari bahwa hidup yang penuh ketidaknyamanan dan sandiwara ini, tidak akan bertahan lama. Saya harus mengejar kebahagiaan. Bukan hanya mengejar, tapi juga harus bisa merengkuhnya.
Hidup penuh pengabdian, bukan berarti menjadi naif dan pasif.
Apakah burung yang hidup di dalam sangkar menjadi naif?
Saya rasa tidak, karena suatu saat jika pemiliknya lengah, dia akan terbang keluar dari sangkar dan terbang bebas. Meskipun itu tidak akan menjamin, apakah burung itu akan bisa bertahan di alam liar, tanpa makanan yang selalu disediakan, ataupun perawatan seperti yang dilakukan si pemilik.
Semua makhluk hidup punya insting liar. Mengidamkan kebebasan menurut mereka sendiri.
Jadi ketika saya harus membuat keputusan untuk melakukan perpindahan atau bahkan pergantian suasana dalam saya berkarya, mencari cari sesuatu yang belum benar benar saya temukan, itu bukan suatu puncak dari kebosanan/kejenuhan. Tapi suatu proses mencapai kebahagiaan , pengejaran kehidupan yang lebih layak.
Saya tegaskan, saya bukan orang yang mudah jenuh, saya juga bukan orang yang naif dan pasif menerima keadaan. Saya tidak mau dilindas roda kehidupan orang lain yang dengan acuhya meninggalkan atau malah menyeret orang-orang yang tunduk dan mengabdi.
Manusia tidak pernah jera berencana, meskipun akhirnya tidak semua terlaksana. Namun sebagaimana Tuhan menciptakan manusia mempunyai akal dan budi, tidak seharusnya kita menyia-nyiakan dengan hanya mengabdi pada kepura-puraan dan kedzaliman.
Saya berkata tidak untuk menyinggung siapa-siapa.
Saya bukan orang sempurna yang pantas menyampaikan ini. Tapi anggaplah ini sebagai kebodohan hidup saya yang seharusnya bisa menjadi bahan renungan.
Baca jika memang pantas dibaca, dan acuhkan jika memang tidak ingin merasa.

Kau ini bagaimana..
Kau bilang aku merdeka kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berfikir Aku berfikir kau tuduh aku kafir
Aku harus bagaimana…
Kau suruh aku bergeraklah Aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah
Aku diam saja kau waspadai

Kau ini bagaimana...
Kau suruh aku memegang prinsip
Aku memegang prinsip Kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran Aku toleran kau bilang aku plin-plan

Aku harus bagaimana…
Kau suruh aku maju Aku maju kau serimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja Aku bekerja kau ganggu aku

Kau ini bagaimana...
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu Langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana..

Aku kau suruh menghormati hukum, Kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, Kau mencontohkan yang lain
Kau ini bagaimana...

Kau bilang Tuhan sangat dekat
Kau sendiri memanggil-manggilnya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, Kau ajak aku setiap hari bertikai

Aku harus bagaimana...
Aku kau suruh membangun, Aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, Aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana...

Kau suruh aku menggarap sawah, Sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, Aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah

Aku harus bagaimana...
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggungjawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bis Showab

Kau ini bagaimana..
Aku kau suruh jujur, Aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, Aku sabar kau injak tengkukku

Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, Sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, Aku sapa saja kau merasa terganggu

Kau ini bagaimana..
Kau bilang bicaralah, Aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, Aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana...

Kau bilang kritiklah, Aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya
Aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja

Kau ini bagaimana..
Aku bilang terserah kau, Kau tak mau
Aku bilang terserah kita, Kau tak suka
Aku bilang terserah aku, Kau memakiku
Kau ini bagaimana, Atau aku harus bagaimana...